Pages

Friday, December 9, 2011

Askep Gangguan Sistem Perkemihan Pada Lansia

GANGGUAN PERKEMIHAN PADA LANSIA

A.    PENGERTIAN

Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terletak retroperitoneal, di kedua sisi kolumna vertebralis daerah lumbal. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atasnya terletak setinggi kosta 12, sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi kosta 11. Setiap ginjal terdiri dari 600.000 nefron. Nefron terdiri atas glomerulus dengan sebuah kapiler yang berfungsi sebagai filter. Penyaringan terjadi di dalam sel-sel epitelial yang menghubungkan setiap glomerulus.
Ginjal merupakan organ terpenting dari tubuh manusia maka dari itu ginjal mempunyai beberapa fungsi seperti : mengatur keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit, serta mengekskresikan kelebihannya sebagai kemih. Ginjal juga mengeluarkan sampah metabolisme (seperti urea, kreatinin, dan asam urat) dan zat kimia asing. Akhirnya selain regulasi dan ekskresi, ginjal juga mensekresi renin yang penting untuk mengatur tekanan darah, juga bentuk aktif vitamin D yaitu penting untuk mengatur kalsium, serta eritropoeitin yang penting untuk sintesis darah.
Kedua ureter merupakan saluran yang panjangnya 25 sampai 30 cm, yang berjalan dari ginjal sampai kandung kemih. Fungsi satu-satunya adalah menyalurkan kemih ke kandung kemih. Kandung kemih adalah salah satu kantong berotot yang dapat mengempis dan berdilatasi, terletak di belakang simpisis pubis. Kandung kemih memiliki 3 muara antara lain dua muara ureter dan satu muara uretra. Dua fungsi kandung kemih adalah sebagai tempat penyimpanan kemih dan mendorong kemih keluar dari tubuh melalui uretra. Uretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, yang berjalan dari kandung kemih sampai keluar tubuh. Panjangnya pada wanita sekitar 4 cm dan pada pria sekitar 20 cm.

Perubahan Sistem Ginjal Pada Lanjut Usia

Pada lansia ginjal berukuran lebih kecil dibanding dengan ginjal pada usia muda. Pada usia 90 tahun beratnya berkurang 20-30% atau 110-150 gram bersamaan dengan pengurangan ukuran ginjal.
Pada studi kasus dari McLachlan dan Wasserman tentang panjang, luas dan kemampuan untuk berkembang dari ginjal yang mendapat urogram i.v, mereka menemukan bahwa panjang ginjal berkurang 0,5 cm per dekade setelah mencapai usia 50 tahun. Dengan bertambahnya usia, banyak jaringan yang hilang dari korteks ginjal, glomerulus dan tubulus. Jumlah total glomerulus berkurang 30-40% pada usia 80 tahun, dan permukaan glomerulus berkurang secara progresif setelah 40 tahun, dan yang terpenting adalah terjadi penambahan dari jumlah jaringan sklerotik. Meskipun kurang dari 1% glomerulus sklerotik pada usia muda, persentase ini meningkat 10-30% pada usia 80 tahun. 
Terdapat beberapa perubahan pada pembuluh darah ginjal pada lansia. Pada korteks ginjal, arteri aferen dan eferen cenderung untuk atrofi yang berarti terjadi pengurangan jumlah darah yang terdapat di glomerulus. Atrofi arteri aferen dan eferen pada jukstaglomerulus terjadi tidak simetris sehingga timbul fistel. Jadi ketika aliran darah di korteks berkurang, aliran di jukstaglomerular akan meningkat. Ini berpengaruh pada konsentrasi urin yang berkurang pada usia lanjut akibat gangguan pengaturan sistem keseimbangan.
1.      Perubahan aliran darah ginjal pada lanjut usia
Ginjal menerima sekitar 20% dari aliran darah jantung atau sekitar 1 liter per menit darah dari 40% hematokrit, plasma ginjal mengalir sekitar 600 ml/menit. Normalnya 20% dari plasma disaring di glomerulus dengan GFR 120 ml/menit atau sekitar 170 liter per hari. Penyaringan terjadi di tubular ginjal dengan lebih dari 99% yang terserap kembali meninggalkan pengeluaran urin terakhir 1-1,5 liter per hari.
Dari beberapa penelitian pada lansia yang telah dilakukan, memperlihatkan bahwa setelah usia 20 tahun terjadi penurunan aliran darah ginjal kira-kira 10% per dekade, sehingga aliran darah ginjal pada usia 80 tahun hanya menjadi sekitar 300 ml/menit. Pengurangan dari aliran darah ginjal terutama berasal dari korteks. Pengurangan aliran darah ginjal mungkin sebagai hasil dari kombinasi pengurangan curah jantung dan perubahan dari hilus besar, arcus aorta dan arteri interlobaris yang berhubungan dengan usia.
2.      Perubahan fungsi ginjal pada lanjut usia
Pada lansia banyak fungsi hemostasis dari ginjal yang berkurang, sehingga merupakan predisposisi untuk terjadinya gagal ginjal. Ginjal yang sudah tua tetap memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh dan fungsi hemostasis, kecuali bila timbul beberapa penyakit yang dapat merusak ginjal. 
Penurunan fungsi ginjal mulai terjadi pada saat seseorang mulai memasuki usia 30 tahun dan 60 tahun, fungsi ginjal menurun sampai 50% yang diakibatkan karena berkurangnya jumlah nefron dan tidak adanya kemampuan untuk regenerasi. Beberapa hal yang berkaitan dengan faal ginjal pada lanjut usia antara lain : (Cox, Jr dkk, 1985)
a.       Fungsi konsentrasi dan pengenceran menurun.
b.      Keseimbangan elektrolit dan asam basa lebih mudah terganggu bila dibandingkan dengan usia muda.
c.       Ureum darah normal karena masukan protein terbatas dan produksi ureum yang menurun. Kreatinin darah normal karena produksi yang menurun serta massa otot yang berkurang. Maka yang paling tepat untuk menilai faal ginjal pada lanjut usia adalah dengan memeriksa Creatinine Clearance.
d.      Renal Plasma Flow (RPF) dan Glomerular Filtration Rate (GFR) menurun sejak usia 30 tahun.
3.      Perubahan laju filtrasi glomerulus pada lanjut usia
Salah satu indeks fungsi ginjal yang paling penting adalah laju filtrasi glomerulus (GFR). Pada usia lanjut terjadi penurunan GFR. Hal ini dapat disebabkan karena total aliran darah ginjal dan pengurangan dari ukuran dan jumlah glomerulus. Pada beberapa penelitian yang menggunakan bermacam-macam metode, menunjukkan bahwa GFR tetap stabil setelah usia remaja hingga usia 30-35 tahun, kemudian menurun hingga 8-10 ml/menit/1,73 m2/dekade.
Penurunan bersihan kreatinin dengan usia tidak berhubungan dengan peningkatan konsentrasi kreatinin serum. Produksi kreatinin sehari-hari (dari pengeluaran kreatinin di urin) menurun sejalan dengan penurunan bersihan kreatinin. 
Untuk menilai GFR/creatinine clearance rumus di bawah ini cukup akurat bila digunakan pada usia lanjut.
4.      Perubahan pengaturan keseimbangan air pada lanjut usia
Perubahan fungsi ginjal berhubungan dengan usia, dimana pada peningkatan usia maka pengaturan metabolisme air menjadi terganggu yang sering terjadi pada lanjut usia. Jumlah total air dalam tubuh menurun sejalan dengan peningkatan usia. Penurunan ini lebih berarti pada perempuan daripada laki-laki, prinsipnya adalah penurunan indeks massa tubuh karena terjadi peningkatan jumlah lemak dalam tubuh. Pada lanjut usia, untuk mensekresi sejumlah urin atau kehilangan air dapat meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler dan menyebabkan penurunan volume yang mengakibatkan timbulnya rasa haus subjektif. Pusat-pusat yang mengatur perasaan haus timbul terletak pada daerah yang menghasilkan ADH di hypothalamus.
Pada lanjut usia, respon ginjal pada vasopressin berkurang biladibandingkan dengan usia muda yang menyebabkan konsentrasi urin juga berkurang, Kemampuan ginjal pada kelompok lanjut usia untuk mencairkan dan mengeluarkan kelebihan air tidak dievaluasi secara intensif. Orang dewasa sehat mengeluarkan 80% atau lebih dari air yang diminum (20 ml/kgBB) dalam 5 jam.

Penyakit ginjal dan traktus urinarius pada lanjut usia

Infeksi saluran kemih
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Prevalensi ISK di masyarakat makin meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pada usia 40-60 tahun mempunyai angka prevalensi 3,2 %, sedangkan pada usia sama atau di atas 65 tahun kira-kira mempunyai angka prevalensi ISK sebesar 20 %. Infeksi saluran kemih dapat mengenal baik laki-laki maupun wanita dari semua umur, baik anak-anak, remaja, dewasa maupun lanjut usia. Akan tetapi dari kedua jenis kelamin, ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi umum, kurang lebih 5-15%. 
Untuk menyatakan adanya ISK harus ditemukan bakteri dalam urin. Bakteriuria yang disertai dengan gejala pada saluran kemih disebut bakteriuria simptomatis. Sedangkan yang tanpa gejala disebut bakteriuria asimptomatis. Dikatakan bakteriuria positif pada pasien asimptomatis bila terdapat lebih dari 105 koloni bakteri dalam sampel urin midstream, sedangkan pada pasien simptomatis bisa terdapat jumlah koloni lebih rendah. 
Prevalensi ISK yang tinggi pada usia lanjut antara lain disebabkan karena:
Sisa urin dalam kandung kemih meningkat akibat pengosongan kandung kemih kurang efektif. Mobilitas menurun. Pada usia lanjut nutrisi sering kurang baik. Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral.Adanya hambatan pada aliran urin. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.

B.     ETIOLOGI
ISK pada usia lanjut dipandang dari segi penatalaksanaan sering dibedakan atas:
1.      ISK uncomplicated (simple)
ISK yang sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing baik anatomi maupun fungsionil normal. ISK sederhana ini pada usia lanjut terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superfisial kandung kemih. Penyebab kuman tersering (90%) adalah E. coli.
2.      ISK complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotik, sering terjadi bakteriemia, sepsis, dan syok. Penyebab kuman pada ISK complicated adalah Pseudomonas, Proteus, dan Klebsiela. ISK complicated terjadi bila terdapat keadaan-keadaan sebagai berikut:
Kelainan abnormal saluran kemih, misalnya batu (pada usia lanjut kemungkinan terjadinya batu lebih besar dari pada usia muda). Refleks vesiko urethral obstruksi, paraplegi, atoni kandung kemih, kateter kandung kemih menetap, serta prostatitis menahun. Kelainan faal ginjal, baik gagal ginjal akut (GGA) maupun gagal ginjal kronis (GGK).
Bermacam-macam mikroorganisme dapat menyebabkan ISK. Mikroorganisme yang paling sering adalah bakteri aerob. Saluran kemih normal tidak dihuni oleh bakteri atau mikroba lain, karena itu urin dalam ginjal dan buli-buli biasanya steril. Walaupun demikian uretra bagian bawah terutama pada wanita dapat dihuni oleh bakteri yang jumlahnya makin kurang pada bagian yang mendekati kandung kemih. Selain bakteri aerob, ISK juga dapat disebabkan oleh virus, ragi, dan jamur.

Penyebab terbanyak adalah Gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus yang kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari Gram-negatif ternyata E.Coli menduduki tempat teratas, yang kemudian diikuti oleh Proteus, Klebsiela, Enterobacter, dan Pseudomonas.
Jenis kokus Gram-positif lebih jarang sebagai penyebab ISK sedangkan entercoccus dan Staphylococcus aureus sering ditemukan pada pasien dengan batu saluran kemih, lelaki usia lanjut dengan hipertrofi prostat atau pada pasien yang menggunakan kateter. Bila ditemukan Staphylococcus aureus dalam urin harus dicurigai adanya infeksi hematogen melalui ginjal. Demikian juga Pseudomonas aeroginosa dapat menginfeksi saluran kemih melalui jalur hematogen dan pada kira-kira 25% pasien demam tifoid dapat diisolasi Salmonella pada urin. Bakteri lain yang dapat menyebabkan ISK melalui jalur hematogen ialah Brusella, Nokardia, Actinomyces dan Mycobacterium tuberculosae. 
Virus juga sering ditemukan pada urin tanpa ada gejala ISK akut. Adenovirus tipe 11 dan 12 diduga sebagai penyebab sistitis hemoragik. Sisititis hemoragik dapat juga disebabkan oleh Schistosoma hematobium yang termasuk golongan cacing pipih. Candida merupakan jamur yang paling sering menyebabkan ISK terutama pada pasien dengan kateter, pasien DM atau yang mendapat pengobatan dengan antibiotik spektrum luas. Candida yang paling sering ialah Candida albicans dan Candida tropicalis. Semua jamur sistemik dapat menulari saluran kemih secara hematogen.

C.     ANATOMI FISIOLOGI
1.      Susunan Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c) satu vesika urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan, dan d) satu urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria.
2.      Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang besar.
3.      Fungsi ginjal
Fungsi ginjal adalah
a.       memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun.
b.      mempertahankan suasana keseimbangan cairan.
c.       mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh.
d.      mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
4.      Fascia Renalis terdiri dari:
Fascia renalis terdiri dari
a.       fascia (fascia renalis)
b.      Jaringan lemak peri renal
c.       kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa), meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan luar ginjal


5.      Struktur Ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.
Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari : Glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.

D.    GEJALA KLINIS
Gejala klinis ISK tidak khas dan bahkan pada sebagian pasien tanpa gejala. Gejala yang sering ditemukan ialah disuria, polakisuria, dan terdesak kencing yang biasanya terjadi bersamaan. Nyeri suprapubik dan daerah pelvis juga ditemukan. Polakisuria terjadi akibat kandung kemih tidak dapat menampung urin lebih dari 500 ml karena mukosa yang meradang sehingga sering kencing. Stranguria, tenesmus, nokturia, sering juga ditemukan enuresis nokturnal sekunder, prostatismus, nyeri uretra, kolik ureter dan ginjal. Gejala klinis ISK sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi sebagai berikut
Pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa rasa sakit atau rasa panas di uretra sewaktu kencing dengan air kemih sedikit-sedikit serta rasa tidak enak di daerah suprapubik.
Pada ISK bagian atas dapat ditemukan gejala sakit kepala, malaise, mual, muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak, atau nyeri di pinggang.

E.     PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1.      Urinalisis
a.       Leukosuria
Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting terhadap dugaan adalah ISK. Dinyatakan positif bila terdapat > 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sedimen air kemih. Adanya leukosit silinder pada sediment urin menunjukkan adanya keterlibatan ginjal. Namun adanya leukosuria tidak selalu menyatakan adanya ISK karena dapat pula dijumpai pada inflamasi tanpa infeksi.
b.      Hematuria
Dipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya ISK, yaitu bila dijumpai 5-10 eritrosit/LPB sedimen urin. Dapat juga disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun oleh sebab lain misalnya urolitiasis, tumor ginjal, atau nekrosis papilaris.
2.      Bakteriologis
a.       Mikroskopis
Dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau tanpa pewarnaan gram. Dinyatakan positif bila dijumpai 1 bakteri /lapangan pandang minyak emersi. 
b.      Biakan bakteri
Dimaksudkan untuk memastikan diagnosis ISK yaitu bila ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna sesuai dengan criteria Cattell, 1996: Wanita, simtomatik
Ø  102 organisme koliform/ml urin plus piuria, atau
Ø  105 organisme pathogen apapun/ml urin, atau Adanya pertumbuhan organisme pathogen apapun pada urin yang diambil dengan cara aspirasi suprapubik Laki-laki, simtomatik
Ø  103 organisme patogen/ml urin Pasien asimtomatik
Ø  105 organisme patogen/ml urin pada 2 contoh urin berurutan.
3.      Tes kimiawi
Yang paling sering dipakai ialah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya adalah sebagian besar mikroba kecuali enterokoki, mereduksi nitrat bila dijumpai lebih dari 100.000 - 1.000.000 bakteri. Konversi ini dapat dijumpai dengan perubahan warna pada uji tarik. Sensitivitas 90,7% dan spesifisitas 99,1% untuk mendeteksi Gram-negatif. Hasil palsu terjadi bila pasien sebelumnya diet rendah nitrat, diuresis banyak, infeksi oleh enterokoki dan asinetobakter.
4.       Tes Plat-Celup (Dip-slide)
Lempeng plastik bertangkai dimana kedua sisi permukaannya dilapisi perbenihan padat khusus dicelupkan ke dalam urin pasien atau dengan digenangi urin. Setelah itu lempeng dimasukkan kembali ke dalam tabung plastik tempat penyimpanan semula, lalu dilakukan pengeraman semalaman pada suhu 37° C. Penentuan jumlah kuman/ml dilakukan dengan membandingkan pola pertumbuhan pada lempeng perbenihan dengan serangkaian gambar yang memperlihatkan keadaan kepadatan koloni yang sesuai dengan jumlah kuman antara 1000 dan 10.000.000 dalam tiap ml urin yang diperiksa. Cara ini mudah dilakukan, murah dan cukup akurat. Tetapi jenis kuman dan kepekaannya tidak dapat diketahui.
5.      Pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan lainnya
Pemeriksaan radiologis dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Dapat berupa pielografi intravena (IVP), ultrasonografi dan CT-scanning.

























ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN
SISTEM PERKEMIHAN PADA LANSIA
A.           PENGKAJIAN
1.    Riwayat kehamilan dan jumlah anak, keluhan atau masalah prostat
2.    Adanya infeksi kandung kemih, apakah ada sumbatan pada saluran kemih seperti tumor
3.    Keluhan nyeri pada waktu miksi
4.    Warna dan bau urin
5.    Distensi kandung kemih
6.    Adanya kelanan kontrol dalam BAK
7.    Adakah faktor psikologis seperti stres
8.    Pemasukan dan pengeluaran cairan
9.    Penggunaan obat penenang atau obat diuretik
B.            DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Perubahan ketidaknyamanan yang berhubungan dengan peradangan dan infeksi kandnug kemih.
2.      Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi, obstruksi, dan abrasi traktus urinarius.
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia dan penurunan kebutuhan metabolik.
4.      Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan dan pengobatannya.
C.            INTERVENSI KEPERAWATAN
1.      Perubahan ketidaknyamanan yang berhubungan dengan peradangan dan infeksi kandung kemih.
Intervensi :
a.       Kaji adanya infeksi pada kandung kemih
b.      Kaji tipe inkontinensia pada klien
2.      Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi, obstruksi, dan abrasi traktus urinarius.
Intervensi :
a.       Kaji tingkat nyeri, radiasi dan tanda – tanda vital
b.      Jelaskan pada klien proses terjadinya nyeri
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia dan penurunan kebutuhan metabolik.
Intervensi :
a.       Memenuhi kebutuhan nutrisi
b.      Mempertahankan keseimbangan cairan
c.       Memenuhi kebutuhan istirahat
d.      Memelihara integritas kulit
e.       Mencegah infeksi
4.      Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan dan pengobatannya.
Intervensi :
a.       Review pengertian klien & keluarga tentang diagnosa pengobatan & akibatnya.
b.      Anjurkan klien untuk memberikan umpan balik verbal & mengkoreksi mis komunikasi tentang penyakitnya.
c.       Jelaskan kepada klien keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal.
D.           PELAKSANAAN
a.       Jelaskan tujuan pelaksanaan latihan kandung kemih
b.      Membuat daftar catatan untuk jumlah pemasukan cairan
c.       Membuat jadwal teratur pengosongan kandung kemih (sesuai waktu kebiasaan klien miksi). Bila rata – rata berkemih lebih dari 60 menit, maka interval berkemih dijadwalkan setiap jam,
d.      Jadwal berlaku pada saat klien tidak tidur.
e.       Klien harus berkemih pada waktu yang telah ditetapkan, baik ada keinginan maupun tindakan
f.       Klien harus berusaha menahan keinginan berkemih di antara rentang waktu yang dijadwalkan dengan menggunakan tehnik relaksasi dan distraksi.
g.      Ajarkan klien untuk memahami tanda – tanda/rangsangan untuk berkemih seperti kedinginan, berkeringat, resah, kedutan otot, dan lain lain agar menjadi peka untuk mengosongkan kandung kemih.
h.      Lakukan pencatatan dan evaluasi secara teratur. Latihan ini dihenditkan apabila tidak ada kemajuan selama 3 minggu.
i.        Atur posisi senyaman mungkin untuk berkemih dan jaga privasi klien.
j.        Beri motivasi dan reinforcment dalam melakukan latihan ini.
k.      Bila jadwal dipenuhi, keberhasilan lebih dari 75%, dan angka kejadian berkemih di luar kontrol menurun, maka rentang berkemih ditambahkan 30 menit. Bila inkontinensia masih terjadi (keberhasilan kurang dari 75%), maka rentang berkemih diturunkan.


»»  READMORE...