Pages

Friday, December 9, 2011

Askep Gerontik Dengan Gangguan Neurologis

ASUHAN KEPERAWATANPADA KLIEN GANGGUAN NEUROLOGIS

A.    Pengertian
Kesadaran sesorang akan dunianya ditentukan oleh mekanisme neural yang mengolah informasi yang diterima. Llangkah awal pada pengolahan ini adalah transformasi energi stimulus menjadi potensial reseptor lalu menjadi potensial aksi pad serabut saraf. Pola potensial aksi pada serabut saraf tertentu adalh kode yang memberikan informasi mengenai dunia, meskipun seringkali kode yang disampaikan berbeda dari apa yang ingin disampaikan
Proses desak ruang adalah proses terdesaknya struktur dalam ruang intrakranial karena pertambahan volume salah satu atau lebih dari 3 komponen intrakranial yakni: jaringan otak, darah otak dan atau cairan serebrospinal sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial dengan segala akibatnya.

B.     Anatomi Fisiologi Sistem Saraf Pada Lansia
Sistem persarafan pada manusia yang normal, maupun pada lansia yang telah mengalami perubahan adalah sebagai berikut :
1.      Otak
Perbandingan pada otak yang normal dan otak pada lansia yang telah mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah sebagai berikut :
a.       Normal
Otak terletak di dalam rongga kepala, yang pada orang dewasa sudah tidak dapat lagi membesar, sehingga bila terjadi penambahan komponen rongga kepala akan meningkatkan tekanan intra cranial.
Berat otak ≤ 350 gram pada saat kelahiran, kemudian meningkat menjadi 1,375 gram pada usia 20 tahun,berat otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun penurunan ini kurang lebih 11% dari berat maksimal. Berat dan volume otak berkurang rata-rata 5-10% selama umur 20-90 tahun. Otak mengandung 100 million sel termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi menyalurkan impuls listrik dari susunan saraf pusat.
b.      Lansia
Penuaan otak kehilangan 100.000 neuron / tahun. Neuron dapat mengirimkan signal kepada beribu-ribu sel lain dengan kecepatan 200 mil/jam. Terjadi penebalan atropi cerebral (berat otak menurun 10%) antar usia 30-70 tahun. Secara berangsur angsur tonjolan dendrite dineuron hilang disusul membengkaknya batang dendrit dan batang sel. Secara progresif terjadi fragmentasi dan kematian sel. Pada semua sel terdapat deposit lipofusin (pigment wear and tear) yang terbentuk di sitoplasma, kemungkinan berasal dari lisosom atau mitokondria. RNA, Mitokondria dan enzyme sitoplasma menghilang, inklusi dialin eosinofil dan badan levy, neurofibriler menjadi kurus dan degenerasi granulovakuole. Corpora amilasea terdapat dimana-mana dijaringan otak.
Berbagai perubahan degenerative ini meningkat pada individu lebih dari 60 tahun dan menyebabkan gangguan persepsi, analisis dan integrita, input sensorik menurun menyebabkan gangguan kesadaran sensorik (nyeri sentuh, panas, dingin, posisi sendi). Tampilan sesori motorik untuk menghasilkan ketepatan melambat.
2.      Saraf Otonom
Perbandingan pada saraf otonom yang normal dan saraf otonom pada lansia yang telah mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah sebagai berikut
a.       Normal
·         Saraf simpati
Bekerja untuk meningkatkan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktifitas saluran cerna.
·         Saraf parasimpatis
Bekerjanya berlawanan dari saraf simpatis.
b.      Lansia
Pusat penegndalian saraf otonom adalah hipotalamus. Beberapa hal yang dikatakan sebagai penyebab terjadinya gangguan otonom pada usia lanjut adalah penurunan asetolikolin, atekolamin, dopamine, noradrenalin. Perubahan pada “neurotransmisi” pada ganglion otonom yang berupa penurunan pembentukan asetil-kolin yang disebabkan terutama oleh penurunan enzim utama kolin-asetilase.
Terdapat perubahan morfologis yang mengakibatkan pengurangan jumlah reseptor kolin. Hal ini menyebabkan predisposisi terjadinya hipotensi postural, regulasi suhu sebagai tanggapan atas panas atau dingin terganggu, otoregulasi disirkulasi serebral rusak sehingga mudah terjatuh.
3.      Sistem Saraf Perifer
Perbandingan pada sistem saraf perifer yang normal dan sistem saraf perifer pada lansia yang telah mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah sebagai berikut:

a.       Normal
·         Saraf aferen
Berfungsi membawa informasi sensorik baik disadari maupun tidak, dari kepala, pembuluh darah dan ekstermitas. Saraf eferen menyampaikan rangsangan dari luar ke pusat.
·          Saraf eferen
Berfungsi sebagai pembawa informasi sensorik dari otak menuju ke luar dari susunan saraf pusat ke berbagai sasaran (sel otot/kelenjar).
b.      Lansia
·         Saraf aferen
Lansia terjadi penurunan fungsi dari saraf aferen, sehingga terjadi penurunan penyampaian informasi sensorik dari organ luar yang terkena ransangan.
·         Saraf eferen
Lansia sering mengalami gangguan persepsi sensorik, hal tersebut dikarenakan terjadinya penurunan fungsi saraf eferen pada sistem saraf perifer.
4.      Medulla spinalis
Perbandingan pada sistem saraf perifer yang normal dan sistem saraf perifer pada lansia yang telah mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah sebagai berikut:
1.      Normal
Fungsinya :
Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu, Cornu motorik/ cornu ventralis.
Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks lutut.
Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju cerebellum.
 Mengadakan komun ikasi antara otak dan semua bagian tubuh.
2.      Lansia
Medulla spinalis pada lansia terjadi penurunan fungsi, sehingga mempengaruhi pergerakan otot dan sendi di mana lansia menjadi sulit untuk menggerakkan otot dan sendinya secara maksimal.

12 syaraf kranial
1.      Nervus Olfactorius
·         Fungsinya sebagai penciuman
·         Sifatnya sensorik membawa rangsangan aroma dari hidung ke otak
2.      Nervus Optikus
·         Fungsinya untuk menentukan ketajaman penglihatan dan lapangan pandang mata
·         Sifatnya sensoris, membawa rangsangan penglihatan ke otak
3.      Nervus Okulomotorius
·         Fungsinya kontraksi pupil, pergerakan bola mata
·         Sifatnya motorik,mensarafi otot-otot orbital
4.      Nervus Troklearis
·         Fungsinya sebagai saraf pemutar bola mata ke bawah dan dalam
·         Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital
5.      Nervus Trigeminus
·         Fungsinya sebagai penggerak
·         Sifatnya majemuk (sensoris motoris)
·         Saraf ini mempunyai 3 cabang yaitu :
-          Nervus Optalmikus : Sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depan, kelopak mata
-          Nervus : Sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas, palatum, hidung dan sinus maksilaris
-          Nervus Mandibularis : Sifatnya majemuk, mensarafi otot pengunyah, gigi bawah, dagu dan serabut rongga mulut dan lidah, membawa rangsangan citra rasa ke otak
6.      Nervus Abdusen
·         Fungsinya pergerakan bola mata ke lateral
·         Sifatnya motoris, mensarafi otot orbital
7.      Nervus Facialis
·         Fungsinya sebagai mimik wajah dan menghantarkan rasa pengecap
·         Sifatnya majemuk, mensarafi wajah, otot-otot lidah dan selapu lender rongga mulut
8.      Nervus Vestibulotroklearis
·         Fungsinya sebagai pendengaran dan keseimbangan (vestibulo)
·         Sifatnya sensoris, membawa rangsangan dari telinga ke otak
9.      Nervus Glasofaringeus
·         Fungsinya menelan dan membawa rangsangan cita rasa ke otak
·         Sifatnya majemuk, mensarafi faring, tonsil, dan lidah
10.  Nervus Vagus
·         Fungsinya sebagai perasa
·         Sifatnya majemuk, mensarafi faring, laring, esofagus, gaster, dan kelenjar pencernaan
11.  Nervus Assesorius
·         Fungsinya untuk mengkaji otot sternokleidomastoideus dan muskulus trapezius
12.  Nervus Hipoglosus
·          Fungsinya pergerakan lidah dalam berbicara dan menelan
·         Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot lidah





C.    Etiologi
Sebagaiman dikemukakan di atas, proses desak ruang intrakranial dapat desibabkan oleh berbagai keadaan yang meyebabkan berubahnya volume salah satu komponen intra kranial. Berikut beberapa keadaan tersebut:
1.      Peningkatan volume darah jaringan otak:
§  Edema serebral
§  Trauma
§  Pembedahan
§  Stroke
§  Tumor.
2.      Peningkatan volume darah otak
§  Hematoma
§  Malformasi AV
§  Anurisme
§  Stroke
§  Peningkatan PCO2
3.      Peningkatan volume cairan serebrosinal
§  Peningkatan produksi, hidrosefalus
§  Penurunan reabsopsi

D.    Patofisiologi
1.      Dinamika Ruang Intrakranial
Hipotesis Monro-Kellie menyatakan bahwa volume intrakranial sama dengan volume otak (80-85%) ditambah volume darah serebral (3-10%) dan volume cairan serebrospinal (8-12%). Perubahan volume dari salah satu komponen karena proses desak ruang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
Dalam keadaan normal, otak mempunyai kemampuan melakukan autoregulasi aliran darah serebral untuk menyesuaikan dengan perubahan komponen intrakranial lainnya. Autoregulasi menjamin aliran darah konstan melalui pembuluh darah serebral di atas rentang tekanan perfusi dengan cara mengubah diameter pembuluh darah dalam berespon terhadap tekanan perfusi serebral. Tetapi berbagai faktor dapat mengubah kemampuan pembuluh serebral untuk melakukan kontriksi dan dilatasi seperti iskemia, hipoksia, hiperkapnea dan trauma otak. Karbondioksida merupakan vasodilator yang paling poten pada pembuluh serebral, dapat menyebabkan kenaikan aliran darah serebral dan selanjutnya dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
Autoregulasi dapat berfungsi dalam batasan:
1.      Tekanan perfusi serebral > 60 mmHg
2.      Tekanan arteri rata-rata
3.      Tekanan intrakranial
Bila mekanisme autoregulasi terganggu, aliran darah serebral berfluktuasi sesuai dengan tekanan darah sistemik. Setiap aktivitas yang menyebabkan peningkatan tekanan darah seperti batuk, suksion dan kecemasan dapat menyebabkan peningkatan aliran darah serebral yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
Otak mampu melakukan kompensasi atau menerima perubahan minimal pada volume kolaps parsial sisterna, ventrikel dan sistem vaskuler, juga menurunkan pembentukan dan meningkatkan reabsorbsi cairan serebrospinal. Selama masa kompensasi, TIK tetap cukup konstan. Bila mekanisme kompensasi ini telah digunakan sampai batas kemampuan otak, peningkatan TIK tidak dapat diterima lagi dan akan terjadi herniasi yang mengakibatkan terhentinya aliran darah serebral sebagai konsekuensi yang paling berat.
2.      Tekanan Perfusi Serebral (TPS)
Aliran darah serebral berjalan dalam TPS > 60 mmHg. Di bawah tingkat ini, suplai darah ke otak tidak adekuat dan akan terjadi hipoksia neural dan dapat terjadi kematian sel neuron. Saat tekanan perfusi menurun, respon kardiovaskuler adalah meningkatkan tekanan darah sistemik. Sistem autoregulasi yang berfungsi mempertahankan aliran darah serebral yang konstan tidak berfungsi bila TPS\
E.     Komplikasi
Masalah Sensori Pada Lansia
1.      Mata atau penglihatan
Kornea, lensa, iris, aquous humormvitrous humor akan mengalami perubahan seiring bertambahnya usia., karena bagian utama yang mengalami perubahan / penurunan sensifitas yang bisa menyebabkan lensa pada mata, produksi aquous humor juga mengalami penurunan tetapi tidak terlalu terpengaruh terhadap keseimbangan dan tekanan intra okuler lensa umum. Bertambahnya usia akan mempengaruhi fungsi organ pada mata seseorang yang berusia 60 tahun, fungsi kerja pupil akan mengalami penurunan 2/3 dari pupil orang dewasa atau muda, penurunan tersebut meliputi ukuran-ukuran pupil dan kemampuan melihat dari jarak jauh. Proses akomodasi merupakan kemampuan untuk melihat benda-bend dari jarak dekat maupun jauh. Akomodasi merupakan hasil koordianasi atas ciliary body dan otot-otot ins, apabial sesorang mengalami penurunan daya akomodasi makaorang tersebut disebut presbiopi.
5 masalah yang muncul ada lansia :
1.      Penurunan kemampuan penglihatan
2.      ARMD ( agp- relaed macular degeneration )
3.      Glaucoma
4.      Katarak
5.      Entropion dan ekstropion
2.      Glaukoma
Glaukoma dapat terjadi pada semua usia tapi resiko tinggi pada lansia usia 60 tahun keatas, kerusakan akibat glaukoma sering tidak bisa diobati namun dengan medikasi dan pembedahan mampu mengurangi kerusakan pada mata akibat glaukoma. Glaukoma terjadi apabila ada peningkatan tekanan intra okuler ( IOP ) pada kebanyakan orang disebabkan oleh oleh peningkatan tekanan sebagai akibat adanya hambatan sirkulasi atau pengaliran cairan bola mata (cairan jernih berisi O2, gula dan nutrisi), selain itu disebabkan kurang aliran darah kedaerah vital jaringan nervous optikus, adanya kelemahan srtuktur dari syaraf.
3.      Strok
Adalah penyakit padasistem syaraf pusat ( otak ) yang ditandai dengan gangguan pada peredaran darah, baik itu karena sumbatan pembuluh darah maupun pendarahan ( pecahnya pembuluh darah ) di otak sehingga menyebabkan gangguan anatomo dan fisiologi otak.
Faktor-faktor penyebabnya :
·         Tekanan darah tinggi
·         Penyakit jantung
·         Kencing manis
4.      Radang otak
Adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya bakteri / virus / parasit kedalam otak dan selaput otak. Gejala awalnya adalah panas badan tinggi, badan lemah, kaku leher  dan muntah-muntah yang tidak membaik dengan obat-obatan biasa. Penyakit timbul apabila keradangan meluas sampai timbul bengkak otak dan atau abses ( borok ) otak sehingga menimbulkan penurunan kesadaran ( coma ).

F.     Test Diagnostik
Tes diagnostik yang sering dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
a.        CT Scan
CT Scan memberikan gambaran rinci dari struktur tulang, jaringan dan cairan tubuh. Dapat menunjukkan perubahan struktur karena tumor, hematom atau hidrosefalus.
b.      MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Sacn dengan MRI membuat gambaran grafis dari struktur tulang, cairan dan jaringan lunak. Dapat memberikan hasil yang lebih jelas tentang detail anatomi dan dapat membantu diagnosis tumor yang kecil atau sindrom infark dini.
c.       PET (Positron Emission Tomografi)
Test dignostik untuk mengukur proses fisiologis dan biokimia dalam sistem saraf. Daerah tertentu dapat teridentifikasi sebagai berfungsi atau tidak.
d.      Angiografi Serebral
Merupakan pemeriksaan radiografi dengan menggunakan kontras berupa zat warna radio-opak yang disuntikkan dengan kateter ke dalam sirkulasi arteri serebral. Hasilnya memperlihatkan patensi pembuluh darah, penyempitan, oklusi dan abnormalitas struktur (aneurisma), pergeseran pembuluh (tumor dan edema) dan perubahan aliran darah (malformasi AV).
e.       Mielografi
Ruang subarakhnoid spinal diperiksa terhadap obstruksi total atau sebagian yang berhubungan dengan perubahan letak tulang, kompresi medula spinalis atau herniasi cakram intervertebrata.
f.       EEG (Elektroensefalografi)
Membantu mendeteksi dan menemukan tempat aktivitas listrik abnormal dalam korteks serebri
g.      Pungsi Lumbal
Pemeriksaan CSS terhadap adanya darah, perubahan karater, jumlah sel, protein, dan glukosa dan memperkirakan TIK.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Fokus Pengkajian
1.      Riwayat Keperawatan
Hal-hal yang perlu ditanyakan pada anamnesis riwayat neurologis:
a.       Trauma yang baru terjadi yang dapat mempengaruhi sistem saraf (jatuh, kecelakaan lalulintas)
b.      Infeksi yang baru terjadi termasuk sinusitis, infeksi telinga dan sakit gigi.
c.       Sakit kepala dan masalah-masalah gangguan daya konsentrasi dan ingatan yang baru terjadi.
d.      Perasaan pusing, kehilangan keseimbangan, melayang, melamun, tinitus dan masalah pendengaran.
e.       Kecanggungan atau kelemahan ekstremitas, kesulitan berjalan.
f.       Penyimpangan sensoris (kesemutan, baal, hipersensitivitas, nyeri) atau kehilangan sensori pada wajah, badan dan ekstremitas.
g.      Impotensi dan kesulitan berkemih.
h.      Kesulitan dalam kegiatan sehari-hari.
i.        Efek masalah pada pola hidup, kinerja pekerjaan dan interaksi sosial.
j.        Penggunaan tembakau, alkohol dan obat-obat tertentu.
2.      Pengkajian Fisik
Hal-hal yang perlu dilakukan pada pemeriksaan fisik neurologis adalah:
1.      Pemeriksaan tingkat kesadaran (GCS)
Tingkat kesadaran dapat digambarkan secara kualitatif seperti sadar, letargi, stupor, semikoma dan koma atau secara kuatitatif dengan menggunakan Glasgow Coma Scale.
2.      Gerakan, kekuatan dan koordinasi otot ekstremitas.
Kelemahan otot merupakan tanda penting pada beberapa gangguan neurologis. Beberapa tes khusus digunakan untuk mendeteksi kelainan yang lebih spesifik seperti tes Romberg untuk memeriksa koordinasi keseimbangan tubuh tes koordinasi jari hidung untuk memeriksa kemampuan koordinasi ekstremitas atas.
3.      Status mental
Pemeriksaan status mental meliputi perhatian, daya ingat, afek, bahasa, pikiran dan persepsi (person, time and space)..
4.      Refleks
Refleks terjadi jika stimulasi sensori menimbulkan respon motorik. Refleks yang diperiksa meliputi refleks regangan otot (refleks tendon), refleks kutaneus (superfisial) dan adanya refleks abnormal seperti refleks Babinski.
5.      Gerakan involunter
Gerakan involunter adalah gerakan bagian tubuh yang tidak dapat dikendalikan seperti tremor, fasikulasi, klonus, mioklonus, hemibalismus, chorea dan atetosis.
6.      Perubahan pupil
Pupil dapat dinilai ukuran dan bentuknya serta respon terhadap cahaya.
7.      Tanda vital
Tanda klasik peningkatan TIK meliputi kenaikan tekanan sistolik dalam hubungan dengan tekanan nadi yang membesar, nadi lemah atau lambat dan pernapasan tidak teratur.
8.      Saraf kranial
Tes fungsi saraf kranial diperiksa satu persatu untuk melihat adanya kelainan yang spesifik.

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa-diagnosa berikut ini adalah sebagian diagnosa yang dapat di angkat pada pasien lansia dengan gangguan sistem persarafan yang di kutip dari diagnosa keperawatan NANDA.
a.    Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan kognitif.
b.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh.
c.    Gangguan persepsi sensori (visual, auditori, kinestetik, pengecapan, taktil, penciuman) berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori, transmisi dan integrasi.
d.   Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan/penurunan sistem saraf.

C.    INTERVENSI KEPERAWATAN
a.       Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan kognitif.
Tujuan :
·         Pasien bebas dari resiko cedera.
·         Tidak memperlihatkan tanda cedera fisik.
Intervensi :
·         Kaji status mental dan fisik.
·         Lakukan strategi untuk mencegah cedera yang sesuai untuk status fisiologis.
·         Pertahankan tindakan kewaspadaan.
·         Singkirkan atau lepaskan alat-alat yang dapat membahayakan pasien.
·         Hindari tugas-tugas yang membahayakan.
b.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh.
Tujuan :
·         Pasien akan mengidentifikasikan aktifitas dan/atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi aktivitas.
·         Pasien dapat menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).
Intervensi :
·         Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas.
·         Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas.
·         Hindari menjadwalkan aktivitas selama periode istirahat.
·         Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala dan ambulasi yang dapat di toleransi.
c.       Gangguan persepsi sensori (visual, auditori, kinestetik, pengecapan, taktil, penciuman) berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori, transmisi dan integrasi.
Tujuan :
·         Pasien dapat menunjukkan kemampuan kognitif.
·         Pasien dapat mengidentifikasikan diri, orang, tempat, dan waktu.
Intervensi :
·         Pantau perubahan status neurologis pasien.
·         Pantau tingkat kesadaran pasien.
·         Identifikasikan factor yang berpengaruh terhadap gangguan persepsi sensori.
·         Pastikan akses dan penggunaan alat bantu sensori.
·         Tingkatkan jumlah stimulus untuk mencapai tingkat sensori yang sesuai.
d.      Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan/penurunan sistem saraf pusat.
Tujuan :
·         Pasien dapat berkomunikasi dengan baik.
Intervensi :
·         Kaji kemampuan berbicara, menulis, membaca, dan memahami simbol.
·         Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk memberikan stimulasi sebagai komunikasi.
·         Anjurkan pasien untuk berkomunikasi secara perlahan.


0 komentar:

Post a Comment